Selasa, 24 Juni 2008

PERENCANAAN STRATEGIS DALAM ORGANISASI PELAYANAN SOSIAL

PERENCANAAN STRATEGIS

DALAM ORGANISASI PELAYANAN SOSIAL


Abstrak:

Dalam melaksanakan pemberian pelayanan terdapat tujuan yang harus dicapai. Maka diperlukan langkah penting yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut. Perencanaan menjadi kunci penting untuk membuka gerbang untuk mencpai tujuan tersebut. Sebab perencanaaan dapat membantu dalam melakukan evaluasi secara berkala untuk menjamin tercapainya tujuan. Terutama dalam organisasi pelayanan sosial merupakan wadah memberikan pelayanan kepada klien, harus menyusun perencanaan strategis sebab sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut boleh dikatakan masih kurang, misalnya dana, staf, atau mungkin mereka kurang daya dalam perencanaan. Maka perencanaan menjadi kunci untuk menuju tujuan pelayanan yang efektif. Salah satu metode yang harus dipahami oleh pembuat perencanaan adalah SWOT, yaitu melihat kekuatan dan kelemahan internal lembaga serta melihat peluang dan ancaman. Metode ini bertujuan untuk menyusun strategi prioritas lembaga.


Pendahuluan

Sebelum kita masuk pada perencanaan kita harus mengenal apa yang dimaksud dengan organisasi pelayanan sosial. Organisasi pelayanan sosial merupakan suatu wadah yang begitu “hebat” dalam konteks pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam arti hebat ini adalah dengan kondisi sosial di masyarakat yang sering berubah dan kecenderungan pelayanan yang harus berdaya saing (profit oriented) menyebabkan kualitas pelayanan yang diberikan akan sangat berbeda dari tiap vendor pemberi pelayanan. Organisasi pelayanan sosial dikatakan lebih bersifat non profit oriented yang menyebabkan harus ekstra bekerja keras dalam memberikan pelayanan yang terbaik. Maka dari itu setiap organisasi pelayanan sosial harus mampu menyusun visi dan misi ke depan yang siap merespon setiap perubahan baik internal maupun eksternal lembaga.

Jika melihat pengertian Organisasi Sosial (ORSOS) berdasarkan Kepmensos RI No. 40/HUK/KEP/IX/1980, yaitu suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Terkesan organisasi yang khusus menangani pelayanan sosial merupakan organisasi masyarakat yang bisa saja melakukan pelayanannnya begitu saja. Kemudian lingkungan yang terus berubah sangat mudah menghantam organisasi-organisasi masyarakat ini.

Tidak mudah dalam membuat suatu perencanaan, sebab terdapat langkah yang harus ditempuh dalam menyusun perencanaan. Maka perencanaan merupakan hal yang sangat penting di dalam pekerjaan sosial. Perencanaan sangat diperlukan disemua tingkatan operasi dan harus menjadi suatu bagian dari setiap rutinitas para pekerja. Maka dalam organisasi pelayanan sosial khususnya perencanaan strategis menjadi suatu komponen yang melibatkan stakeholder dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Kita mengetahui, organisasi pelayanan sosial mengatakan selalu mengatakan mereka kekurangan dalam berbagai hal hingga pelayanan yang diberikan kurang optimal, dari kurangnya dana, kurangnya staf yang kompeten, atau kurang motivasi, volunter tidak punya, bahkan kegiatan/program hanya berjalan apa adanya.

Ingat, kita hidup dalam dunia yang selalu berputar dan berubah setiap detiknya. Keadaan ini sangat sulit untuk diramalkan, bahkan untuk sekelas Ki Joko Bodo pun mungkin tidak bisa meramalkan apa yang akan terjadi untuk satu detik kedepan. Inilah yang dikatakan lingkungan eksternal yang selalu berubah-ubah dan sangat mempengaruhi kondisi organisasi. Lingkungan ini ada yang langsung mempengaruhi organisasi dan sebaliknya organisasi ini pun dapat mempengaruhi lingkungan tersebut, ini yang dikatakan lingkungan mikro, seperti lingkungan klien organisasi. Sedangkan lingkungan makro itu sendiri adalah lingkungan yang bisa mempengaruhi organisasi, sedangkan organisasi tidak bisa mempengaruhi secara langsung keadaan lingkungan tersebut, lingkungan makro inilah yang memiliki pengaruh besar kepada lembaga seperti kebijakan mengenai pelayanan sosial, keadaan ekonomi negara, kondisi politik, dan sebagainya.

Melihat kondisi organisasi yang serba kekurangan sumber daya ditambah keadaan lingkungan yang terus berubah atau dinamis, dituntutlah organisasi tersebut dapat mengantisipasinya dengan menyusun perencanaan yang dapat melihat perubahan-perubahan yang bisa terjadi atau tidak pada masa depan. Inilah menjadi alasan penting kenapa perencanaan diperlukan, sebab perencanaan diadakan karena kekurangan sumber daya tadi. Jika ada seseorang yang kaya raya, tampan, baik hati, disegani, taat beribadah, pokoknya segala sesuatu yang baik ada di dalam dirinya, kemudian keadaan lingkungan yang statis maka perencanaan untuk dirinya bukan suatu hal utama yang dipikirkan, sebab ia bisa melakukan hal-hal yang tidak perlu direncanakan lebih dalam lagi, sebab ia sudah memiliki segalanya, ia bisa melakukan apapun. Hal ini pun sama dengan organisasi yang apabila sudah tidak memiliki kekurangan sumber daya bisa dikatakan perencanaan bukan suatu hal yang sangat penting. Tetapi sampai saat ini tidak ada organisasi yang sudah siap segalanya hingga tidak memerlukan perencanaan, tapi pasti ada kekurangan di dalamnya. Kenapa ini terjadi? karena organisasi hidup di lingkungan yang sangat luas dan dinamis, oleh karena itu setiap perubahan yang terjadi pada lingkungannya maka organisasi pun harus dituntut mengantisipasi perubahan tersebut agar tetap dalam jalur yang lurus untuk mencapai tujuan utama organisasi.

Perencanaan merupakan suatu alat yang penting di dalam organisasi pelayanan sosial, sebab dalam pemberian suatu pelayanan dibutuhkan perencanaan yang mantap (perencanaan dalam konteks penyusunan suatu kegiatan program), hal itu dapat dilihat dari beberapa alasan yaitu :

1. Efesiensi

Efesiensi merupakan hal yang sangat diperlukan dalam setiap pelaksanaan administrasi, baik itu dalam bisnis maupun pekerjaan sosial. Tujuannya adalah untuk mencapai hasil yang baik dengan biaya dan usaha yang seminimum mungkin. Dalam pekerjaan sosial, staf dan sumberdaya sangat tebatas, maka menjadi hal utama untuk memberikan pelayanan yang dinilai lebih efisiensi.

2. Efektifitas

Efektifitas juga merupakan hal yang sangat penting, jika segala aktivitas tidak direncanakan, maka hasil yang diinginkan akan sulit dicapai. Tujuan utama dalam pekerjaan sosial adalah untuk menolong orang yang membutuhkan. Jika usaha staf dan sumber-sumber organisasi sudah tersebar dan perencanan bertujuan untuk kesatuan dan integrasi yang usahanya tidak terjadi. Maka menyebabkan penghargaan tetap rendah.

3. Tanggung jawab

Perencanaan diperlukan evaluasi dan pertanggungjawaban. Administrasi pekerjaan sosial seharusnya mempunyai perencanaan yang baik dalam hubungan yang obyektif yang spesifik dan evaluasi prosedur yang jelas dalam suatu lembaga untuk ukuran program dan pelayanan kepada klien. Perencanaan pelayanan yang tepat memungkinkan menyelesaikan riset yang objektif dan evaluasi tentang demonstrasi yang eksperimental terdapat dalam pelayanan reguler.

4. Moril

Perencanaan yang hati-hati merupakan hal yang sangat penting untuk moral suatu lembaga. Anggota staf memerlukan perasaan tentang prestasi dan kepuasan untuk melakukan hal yang terbaik, perasaan dapat timbul ketika eksekutif dan anggota staff bersama merencanakan total operasi perusahaan.

Proses perencanaan

Perencanan adalah proses antisipasi terhadap hasil target dan juga dalam membuat sebuah rencana. Schaffer (Skidmore, 1995:51) membuat daftar tentang empat langkah mengenai perencaan, yaitu:

1. Riset, dimaksudkan untuk menganalisis kekuatan-kekuatan lembaga, kekurangan kelemahan serta menentukan resiko yang ditimbulkan oleh faktor eksternal

2. Formula objektif, untuk mendefinisikan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang

3. Perencanaan yang strategis, untuk membangun sebuah sistem kerja yang mengarah pada tujuan

4. Perencanaan oprasional, untuk menciptakan langkah setiap departemen dan fungsi.

Organisasi yang baik adalah organisasi yang memiliki tujuan berdasarkan visi dan misi lembaga yang telah disepakati oleh pendirinya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan cara untuk mencapainya yang biasanya disebut strategi. Selanjutnya disusun perencanaan (plan), kebijakan (policies), tahap-tahap pencapaian, organisasi dan personalia yang akan melaksanakannya, dan anggaran, serta program aksi. Dalam sebuah organisasi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jalannya suatu organisasi. Faktor internal dan eksternal lembaga harus diantisipasi dengan kepekaan lembaga dengan membuat suatu rencana strategis. Perencanaan strategis khususnya digunakan untuk mempertajam fokus organisasi, agar semua sumber organisasi digunakan secara optimal untuk melayani misi organisasi tersebut.

Maka apa yang disebut perencanan strategis adalah sebuah alat manajemen, dan sama dengan setiap alat manajemen, alat itu hanya digunakan untuk satu maksud saja – menolong organisasi melakukan tugasnya dengan lebih baik. Perencanaan strategis dapat membantu organisasi memfokuskan visi dan prioritasnya sebagai jawaban terhadap lingkungan yang berubah dan untuk memastikan agar anggota-anggota organisasi itu bekerja ke arah tujuan yang sama (Kaye & Allison, 2005:1).

Berdasarkan pengertian tersebut perencanaan strategis merupakan alat bantu yang sangat penting untuk menjadi pedoman organisasi untuk mencapai visi dan misinya. Oleh krena itu diperlukan upaya bersama (mengerahkan) segala potensi dan sumber daya yang dimiliki organisasi dalam proses dan aplikasinya. Selain itu perencanaan strategis dapat dikatakan suatu proses yang harus diambil oleh suatu organisasi untuk meyakinkan bahwa segala perubahan dapat diantisipasi untuk tercapainya visi dan misi organisasi tersebut. Maka perencanaan strategis merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus dan tidak periodik. Hal ini dapat dikatakan perencanaan strategis harus proaktif terhadap perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi organisasi untuk mencapai tujuannya.

Sangat berbeda dengan perencanaan jangka panjang yang melihat masa depan dan bisa diprediksi, dan beranggapan unsur perencanaan adalah suatu proses yang dilakukan secara periodik. Berikut ini tabel mengenai perbedaan Perencanaan Jangka Panjang dan Perencanaan Strategis

Tabel
Perbedaan Perencanaan Jangka Panjang dengan Perencanaan Strategis

erencanaan Jangka Panjang

Perencanan Strategis

· Melihat masa depan sebagai hal yang bisa diperediksi

· Melihat perencanaan sebagai proses periodik

· Menganggap tren saat ini akan berlanjut

· Menganggap masa depan yang paling mungkin dan menekankan kerja untuk memetakan kejadian dari tahun ke tahun yang diperlukan untuk mencapaianya

· Tanyakan “Dalam bisnis apa kita sekarang?”

· Melihat masa depan sebagai hal yang tidak bisa diprediksi

· Melihat perencanaan sebagai proses terus-menerus

· Mengharapkan tren baru, perubahan, dan kejutan

· Mempertimbangkan serangkaian masa depan yang memungkinkan dan menekankan pengembangan strategi berdasarkan penilaian lingkungan organisasi

· Tanyakan “dalam bisnis apa kita seharusnya? Apakah kita melakukan hal yang benar?”

Diambil dari Florence Green. Strategic Planning: Blueprint for Success, California Association of Nonprofit, Februari 1994) dalam (Kaye & Allison, 2005:6)

Maka perencanaan strategis sangat berbeda dengan perencanaan jangka panjang biasa. Dalam organisasi non profit oriented, perubahan lingkungan disekitarnya sangat cepat dan harus cepat pula diantisipasi oleh pemimpin lembaga tersebut.

Ada tiga nilai tentang perencanaan:

  1. Peluang sukses organisasi lebih besar bila pemimpin organisasi tersebut memiliki rencana strategis (tertulis ataupun tidak). Meski mungkin saja bisa amat sukses dan berbuat banyak kebaikan tanpa rencana strategis dengan bersikap opportunistik dan reaktif. Namun dalam jangka panjang menetapkan tujuan dan strategi tentang pekerjaan organisasi itu akan mencapai lebih banyak dibanding hanya bersikap reaktif dan opportunis.
  2. Peluang sukses organisasi menjadi lebih besar bila pemimpin organisasi berniat teguh membangun visi sukses yang disebarkan ke dewan, staf, relawan. Meskipun seorang pemimpin yang memiliki bakat wirausaha cemerlang barangkali dapat memimpin angkatan kerja organisasi tenpa pemahaman bersama tentang visi. Maka organisasi yang anggotanya memiliki keterlibatan mendalam pada visi sukses akan mencapai hal yang lebih hebat lagi.
  3. Proses perencanaan strategis yang bersifat inklusif merupakan cara yang unggul untuk mengembangkan rencana strategis dan untuk membangun keterlibatan yang memiliki basis luas akan visi bersama. Sekali lagi, kelompok kecil orang mungkin menyusun rencana dan menjual rencana itu kepada semua orang untuk melaksanakan rencana tersebut. Dalam jangka panjang, organisasi yang melibatkan banyak stakeholdernya dalam menyusun dan memperbaharui rencana strategisnya akan panjang berpotensi untuk mengejar misi yang telah dipilihnya.

Maka perencanaan strategis merupakan proses sistemik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan di antara stakeholder utama. Karena dengan adanya perencanaan strategis dapat digunakan untuk mempertajam fokus organisasi, agar semua sumber organisasi digunakan secara optimal untuk melayani misi organisasi tersebut. Ada beberapa tahapan dalam perencanaan strategis yaitu:

Tahap 1: Bersiap-siap

  • Mengidentifikasi alasan-alasan untuk membuat rencana
  • Memeriksa kesiapan untuk membuat rencana
  • Memilih peserta perencana
  • Meringkasakan profil dan riwayat organisasi
  • Mengienditidikasi informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan strategis
  • Tulis “rencana membuat rencana”

Hasil Tahap 1: Kesepakatan tentang kesiapan organisasi untuk membuat rencana dan ssebuah rencana kerja perencanaan strategis

Tahap 2: Mempertegas Misi dan Visi

  • Menuliskan (atau mengunjungi lagi) rumusan misi
  • Membuat konsep rumusan misi

Hasil Tahap 2: Konsep rumusan misi dan konsep rumusan visi

Tahap 3: Menilai Lingkungan

  • Memperbarui informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan
  • Menyatakan strategi terdahulu dan strategi saat ini
  • Mengumpulkan masukan dari stakeholder internal
  • Mengumpulkan masukan dari stakeholder eksternal
  • Mengumpulkan informasi tentang efektifitas program
  • Mengidentifikasi pertanyaan atau persoalan strategis tambahan

Hasil Tahap 3: Sejumlah persoalan kritis yang menuntut tanggapan dari organisasi dan basis data yang akan mendukung para perencana dalam memilih prioritas dan strategis

Tahap 4: Menyepakati Prioritas-prioritas

  • Menganalisis kaitan antara kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT)
  • Menganalisis kekuatan kompetitif program
  • Memilih kriteria yang digunakan dalam menetapkan prioritas
  • Memilih inti strategi masa depan
  • Meringkas cakupan dan skala program
  • Menuliskan tujuan dan sasaran
  • Mengembangkan proyeksi finansial jangka panjang

Hasil Tahap 4: Kesepakatan tentanag prioritas inti masa depan, tujuan jangka panjang, dan sasaran khusus

Tahap 5: Penulisan Rencana Strategis

· Menuliskan rencana strategis

· Menjelaskan rencana konsep untuk dikaji ulang

· Mengadopsi rencana strategis

Hasil Tahap 5: Sebuah rencana strategis

Tahap 6: Melaksanakan Rencana Strategis

  • Membuat rencana kegiatan tahunan
  • Membuat anggaran kegiatan tahunan

Hasil Tahap 6: Anggaran dan rencana kegiatan tahunanyang terinci

Tahap 7: Memantau dan Mengevaluasi

  • Mengevakuasi sproses perencanaan strategis
  • Mengawasi dan memperbaharui perencanaan strategis

Hasil Tahap 7: evaluasi terhadap proses perencanaan strategis dan penilaian atas rencana operasional sdan strategis yang sedang berjalan

Metode SWOT dalam Perencanaan Strategis

Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam menyusun perencanaan strategis terdapat ruang khusus untuk menganalisis data-data yang terkumpul dari tahap awal (riset). Hasil analisis inilah yang nantinya akan memberikan langkah-langkah prioritas bagi pembuat perencana dana akan menjawab “apa yang akan dilakukan nanti?”. Analisis yang paling sesuai untuk menganalisis keadaan lingkungan internal dan eksternal lembaga adalah SWOT.

Analisis SWOT adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengadakan perubahan dalam manajemen suatu organisasi (change management) secara sistematis. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, dengan cara memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun pada saat bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman (Freddy Rangkuti, 1997 : 19).

Lingkungan Internal

Lingkungan Internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara normal memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan.

Lingkungan internal mencakup Sumber daya (SDM, Sarana Prasarana dan keuangan), kapabilitas, dan kompetensi

Dari lingkungan internal ini akan mendapatkan informasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi

Lingkungan Eskternal

Lingkungan eksternal adalah lingkungan yang melingkupi suatu organisasi.

Lingkungan eksternal dapat berupa lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro yaitu lingkungan yang mempengaruhi dan dipengaruhi organisasi, lingkungan makro yaitu lingkungan yang mempengaruhi namun sulit bagi organisasi untuk mempengaruhinya.

Lingkungan eksternal ini menghasilkan Peluang dan Tantangan bagi organisasi

Strategi dalam SWOT:

Strategi SO (Kuadran 1)

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan (Strength) untuk memanfaatkan peluang (Opportunity). Strategi yang harus diterapkan adalah pertumbuhan secara agresif.

Strategi ST (Kuadran 2)

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan (Strength) untuk mengatasi ancaman (Threat), misalnya dengan cara strategi diversifikasi.

Strategi WO (Kuadran 3)

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan (Weaknesess) untuk memanfaatkan peluang (Opportunity), misalnya dengan cara meninjau kembali teknologi yang dipergunakan.

Strategi WT (Kuadran 4)

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan (Weaknesess) dan menghindari ancaman (Threat), organisasi hanya dapat bertahan untuk menunggu datangnya peluang-peluang baru.

Berikut adalah penempatan analisis dalam tabel SWOT

+ / -

Internal

Eksternal

Positif

Strength

(Kekuatan)

Opportunity

(Peluang)

Negatif

Weaknesess

(Kelemahan)

Threat

(Ancaman)

Tahapan Analisis SWOT:

PENGUMPULAN DATA : Cari, identifikasikan dan tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan (faktor internal), serta faktor-faktor peluang dan ancaman (eksternal) di sekitar organisasi Anda, masing-masing sedikitnya 5 faktor.

Data Internal dapat diperoleh dari dalam organisasi yang bersangkutan, misalnya laporan keuangan, laporan kepegawaian, laporan kegiatan operasional, laporan pelayanan atau pemasaran, dan sebagainya. sedangkan data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan luar organisasi, misalnya kondisi klien, kondisi pasar / pelanggan, kondisi pesaing / kompetitor, kondisi pemasok, analisis kebijaksanaan pemerintah, dan sebagainya.

Data Internal masukkan kedalam Matriks 1 : “Matriks Faktor Strategi Internal” (IFAS) ; dan data eksternal masukkan kedalam Matriks 2 : “Matriks Faktor Strategi Eksternal” (EFAS).

BERILAH BOBOT (dalam kolom 2) masing-masing faktor yang telah diidentifikasikan, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Bobot masing-masing faktor ini menunjukkan besarnya kemungkinan dampak / pengaruhnya terhadap pencapaian sasaran organisasi.

Jumlah total dari masing-masing Matrik 1 (IFAS) dan Matriks 2 (EFAS), tidak boleh lebih dari 1,00.

HITUNGLAH RATING (dalam kolom 3) masing-masing faktor, dengan memberikan skala mulai 4 sampai dengan 1, berdasarkan kondisi nyata faktor tersebut dalam mempengaruhi organisasi.

Pemberian nilai rating untuk kekuatan dan peluang bersifat positif (makin besar kekuatan / peluang, makin besar nilai rating). Sedang rating untuk kelemahan / ancaman bersifat negatif (makin besar kelemahan / ancaman, makin kecil nilai rating).

KALIKAN BOBOT (kolom 2) DENGAN RATING (kolom 3), dan hasilnya merupakan skor pembobotan atau kekuatan relatif masing-masing faktor tersebut.

Gunakan kolom 5 untuk memberiikan komentar / catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih, bagaimana skor pembobotan / rating dihitung, upaya tindak lanjut apa yang diperlukan, dan sebagainya.

JUMLAHKAN SKOR pembobotan pada kolom 4. Total skor ini menunjukkan bagaimana organisasi tertentu harus bereaksi terhadap faktor-faktor strategisnya (internal maupun eksternal).

ANALISIS seluruh faktor internal dan eksternal yang ada dengan menggunakan Matriks 3 : SWOT (IFAS – EFAS).

1. Dari Matriks ini akan dapat dihasilkan 4 (empat) macam strategi organisasi dengan karakteristiknya masing-masing, yakni sebagai berikut :

2. Strategi SO : adalah strategi yang harus dapat menggunakan kekuatan untuk sekaligus memanfaatkan peluang yang ada.

3. Strategi WO : adalah strategi yang harus ditujukan untuk mengurangi sebesar mungkin kelemahan yang dihadapi, dan pada saat bersamaan memanfaatkan peluang yang ada.

4. Strategi ST : adalah strategi yang harus mampu menonjolkan kekuatan guna mengatasi ancaman yang mungkin timbul.

5. Strategi WT : adalah strategi yang bertujuan mengatasi hambatan serta meminimalkan dampak dari ancaman yang ada.

PUTUSKAN KEBIJAKAN yang paling feasible, applicable dan accountable untuk dilaksanakan. Dan jelaskan (secara deskriptif argumentatif) bagaimana operasionalisasi kebijakan tersebut dalam menunjang tercapainya sasaran / tujuan organisasi.

Penutup

Perencanaan strategis merupaka kunci organisasi pelayanan sosial untuk membuka jalan baru dan memberikan penerangan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.

Andaikata kita memiliki peramal-peramal yang dilengkapi dengan tongkat ajaibnya yang dapat diandalkan, perencanaan strategis itu akan cepat diselesaikan. Bahkan perencanaan menjadi hal yang sangat mudah atau bahkan tidak perlu perencanaan sama sekali. Tetapi hal yang berbeda dengan lingkungan yang dinamis dan sulit diterka maka ada ketidakpastian tentang masa depan, jadi rencana-rencana strategis itu lebih merupakan peta jalan bagi sebuah negeri baru yang dibuat sebelum perjalanan itu dilakukan. Organisasi sebagai negara tersebut sangat kekurangan sumber daya dalam kegiatannya, baik dana, staf dan sebagainya serta dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang terjadi disekitarnya, hingga sangat tidak mungkin untuk berjalan tanpa panduan perencanaaan strategis.

Tidak ada orang yang pernah ke tempat kita atau pergi; tempat itu ada di masa depan. Kita dapat meminta nasihat banyak orang tentang bagaimana cara terbaik untuk melakukan perjalanan itu. Kita dapat melakukan analisis panjang lebar untuk meramalkan keadaan-keadaan yang akan kita jumpai dan untuk menilai kemampuan-kemampuan kita untuk menangani berbagai situasi. Kita dapat memimpikan bagaimana kita menghendaki berlangsungnya perjalanan itu. Semua perjalanan ini dapat dibahas dan ditulis dalam bentuk rencana strategis. Setelah pekerjaan itu mulai, rencana strategis itu akan mengingkatkan kita ke mana kita ingin pergi dan kemana kita tidak ingin pergi.

Daftar Bacaan:

Kaye dan Allison. 2005. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba Pedoman Praktis dan Buku Kerja. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Skidmore,Rex A., 1995. Social WorkerAdministration. Allyn And Bacon : Boston-London, Sydney-Toronto.

Jumat, 20 Juni 2008

KESEJAHTERAAN DAN KEBIJAKAN PLN

KESEJAHTERAAN DAN KEBIJAKAN PLN

Abstrak

Melihat telivisi begitu banyak berita yang memperlihatkan negara ini sselalu terkena bencana baik alam maupun bencana yang diakibatkan oleh ulah manusianya sendiri. Tidak lupa kenaikan BBM yang mencekik mayarakat, bahkan Presiden selalu mengontrol kenaikan harga minyak dunia dan menghubungi menteri perekonomian, kenapa? karena semakin tingi harga minyak dunia maka makin besar pengeluaran oleh pemerintah karena subsidi BBM. Cukup memprihatinkan salah satu negara berpenghasil sminyak terbesar, tetapi terpuruk karena minyak. Sekarang ada kebijakan dari PLN yang secara tidak langsung dianggap memberatkan masyarakat, yang dianggap akibat dari kenaikan BBM tersebut. tetapi apakah kebijakan insentif dan disinsentif ini benar-benar memberikan solusi dari keadaan sekarang ini.

Kemiskinan

Beberapa waktu yang lalu (2 Juli 2007) cukup heboh ketika pemerintah Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) secara resmi mengumumkan jumlah angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu menjadi 37,17 juta orang atau 16,58 persen dari total penduduk Indonesia selama periode bulan Maret 2006 sampai dengan Maret 2007. Pada periode sebelumnya, bulan Maret 2006, jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 39,30 juta atau sebesar 17,75 persen dari total jumlah penduduk Indonesia tahun tersebut. Tetapi dilain pihak Bank Dunia pun mengeluarkan data yang mengatakan jumlah angka kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup drastis. Jiika melihat standar kemiskinan dari Bank Dunia yaitu senilai US$2 per hari jumlah orang miskin di Tanah Air mungkin bisa mencapai sedikitnya 110 juta jiwa atau 50 persen dari total penduduk Indonesia. Oleh karena itu pemerintah lebih menganjurkan lebih baik merujuk pada “gunakanlah data BPS karena lebih valid”

Dirinci lagi, jumlah penduduk miskin di perdesaan turun lebih tajam dari pada di perkotaan sebanyak 1,20 juta orang miskin yaitu dari 24,81 juta pada tahun 2006 menjadi 23,61 juta pada tahun 2007, sementara di perkotaan turun sebanyak 0,93 juta orang yaitu 14,49 juta pada tahun 2006 menjadi 13,56 juta pada tahun 2007. Selama Maret 2006 sampai dengan Maret 2007, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,67 persen, yaitu dari Rp.151.997 per kapita per bulan pada Maret 2006 menjadi Rp.166.697 per kapita per bulan pada Maret 2007.

Seseorang dikategorikan miskin jika memiliki rata-rata penghasilan per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan yang ditentukan oleh BPS. Garis Kemiskinan adalah jumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk memenuhi kebutuhan makanan setara 2.100 kilo kalori per orang per hari serta untuk memenuhi kebutuhan non-makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, dan aneka barang/jasa lainnya.

Perhitungan jumlah penduduk miskin tersebut didasarkan atas data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2007 dan didukung oleh data hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan. Turunnya jumlah penduduk miskin yang disampaikan oleh BPS tersebut banyak mendapat respon dari berbagai kalangan. Sebagian ada yang bisa menerima hal tersebut dengan alasan bahwa kebijakan tentang upaya penanggulangan kemiskinan yang dikeluarkan oleh pemerintah selama kurun waktu satu tahun ini telah berhasil mengentaskan orang miskin.

Kesejahteraan

Manusia hidup selalu dengan masalah, manusia perlu menghadapi dan menyelesaikan masalah kehidupan baik secara pribadi maupun bersama-sama. Manusia disiratkan kedalam tiga kelompok yaitu :pertama, manusia sebagai anggota masyarakat, manusia tidak bias melepaskan diri sebagai anggota masyarakat. Kedua, manusia dan lingkungan,kualitas hidup manusia dipengaruhi oleh lingkunagn. Ketiga, perkembangan manusia, ialah cara manusia mengembnagkan kualitas hidup baik fisik maupun kejiwaan.

Tingkat kesejahteraan mengacu kepada keadaan komunitas atau masyarakat luas. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu. Pengertian dasar itu mengantarkan kepada pemahaman kompleks yang terbagi dalam dua arena perdebatan. Pertama adalah apa lingkup dari substansi kesejahteraan. Kedua adalah bagaimana intensitas substansi tersebut bisa direpresentasikan secara agregat. Meskipun tidak ada suatu batasan substansi yang tegas tentang kesejahteraan, namun tingkat kesejahteraan mencakup pangan, pendidikan, kesehatan, dan seringkali diperluas kepada perlindungan sosial lainnya seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua, keterbebasan dari kemiskinan, dan sebagainya. Dengan kata lain lingkup substansi kesejahteraan seringkali dihubungkan dengan lingkup kebijakan sosial. Sebagai atribut agregat, kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat kompleks atas suatu lingkup substansi kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan bersifat kompleks karena multidimensi, mempunyai keterkaitan antardimensi dan ada dimensi yang sulit direpresentasikan. Kesejahteraan tidak cukup dinyatakan sebagai suatu intensitas tunggal yang merepresentasikan keadaan masyarakat, tetapi juga membutuhkan suatu representasi distribusional dari keadaan itu. Penentuan batasan substansi kesejahteraan dan representasi kesejahteraan menjadi perdebatan yang luas. Perumusan tentang batasan tersebut seringkali ditentukan oleh perkembangan praktik kebijakan yang dipengaruhi oleh ideologi dan kinerja negara yang tidak lepas dari pengaruh dinamika pada tingkat global.

  • Term which encompasses social work. Social welfare and social work are primarily related at the level of practice ……………
  • The term ‘Social Worker’ is usually applied to employed professionals who are graduates (either at the Bachelor’s, Master’s or PhD level) from Schools of Social Work. Almost all social workers are employed in the field of social welfare” (Zastrow, 1999)

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti.

  • Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai.
  • Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.
  • Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera.
  • Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan. Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemiskinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang mencari pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban menjaga anak, yang mencegahnya untuk dapat bekerja. Di beberapa kasus penerima dana bahkan diharuskan bekerja, dan dikenal sebagai workfare.

Menilik Indonesia dilihat dari keadaan (UU No 6 1974 pasal 2 ayat 1 tentang ketentuan2 pokok kesejahteraan sosial) Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan2 jasmaniah, rokhaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila

Kemudian ada pengertian kesejahteraan sebagai ilmu yang mempelajari strategi dan teknik untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan. Sedangkan friedlander (1980) mengungkapkan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan: social welfare is the organized system of social services and institutions, designed to aid individuals and group to attain satisfying standards of life and health atau “kesejahteraan sosial adalah suatu sistem pelayanan sosial dan institusi-institusi pelayanan sosial yang terorganisasi, yang dirancang untuk membantu individu dan kelompok agar tercapainya standar kepuasan dalam kehidupan dan kesehatan”

Kemudian kesejahteraan sosial menurut Pre conference working commitee for the 15th international confrence of social welfare, adalah: all the organized social arrangements which have as their and primary objective the well being of people in social context. It include the broad range of policies and services which are concerned with various aspects of people live-their income, security, health, housing, education, recreation, cultural tradition, etc. (seluruh rencana sosial yang tersusun yang memiliki tujuan utama dalam kemanusian secara konteks sosial. Ini termasuk kebijakan dan pelayanan yang memfokuskan pada sberbagai macam aspek kehidupan manusia, pendapatan, jaminan, kesehatan, perumahan, pendidikan, rekreasi, adat tradisi, dsb)

Maka jika melihat beberapa pengertian tersebut, lingkup kesejahteraan sosial sangat luas sekali, yaitu terpenuhinya seluruh aspek kehidupan manusia baik fisik maupun psikisnya. Kemudian standar bisa dikatakan orang sejahtera sangat sberbeda-beda bahkan tidak ada yang baku, contoh: orang kaya yang memiliki harta berlimpah mungkin tidak bisa tidur nyenyak karena selalu memikirkan hartanya yang takut diambil oleh orang, hingga ia hidup dalam rumah yang dijeruji besi seperti penjara. Kemudian ada seorang tukang becak yang berpenghasilan hanya 20.000 perhari, tetapi ia bisa tidur pulas tanpa beban di becaknya tanpa memikirkan beban yang menimpanya. Nah, jika melihat kedua kasus tersebut keduanya belum dikatakan sejahtera, walaupun kaya raya, seluruh kebutuhan fisik dapat dipenuhi tetapi jiwanya tidak terpenuhi, kemudian yang satu kebutuhan jiwa mungkin terpenuhi dengan tidak ada beban yang sampai mengganggu jiwanya tetapi kebutuhan fisiknya belum tercukupi.

Kebijakan Sosial

Terdapat beberapa pengertian kebijakan sosial dalam konteks pekerjaan sosial. Hal ini dikarenakan posisi kebijakan sosial itu sendiri dengan kebijakan publik. Istilah kebijakan sosial terdiri dari dua kata yaitu “kebijakan” dan “sosial”. Kata “kebijakan” bermakna ‘kebijakan publik’ yaitu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sedangkan kata “sosial” merujuk pada ‘bidang’-nya, yaitu masalah-masalah kesejahteraan sosial. Maka kebijakan sosial dalam penegrtian ini adalah segala sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan khusus menangani permasalahan kesejahteraan sosial.

Jika melihat pengertian tersebut maka kata kebijakan sosial akan sangat sempit sekali, oleh karena itu istilah kebijakan sosial dapat lebih luas dari hanya segala sesuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Tetapi bisa dilihat dari asal kebijakan sosial itu yang dibentuk tidak oleh pemerintah tetapi oleh organisasi-organisasi sosial yang notabene dalam pengertian kebijakan sosial sebelumnya termasuk pada stakeholder pelaksana kebijakan publik (unsur pelaksana). Maka kebijakan sosial tidak hanya dikeluarkan oleh pemerintah yang khusus menangani permasalahan kesejahteraan sosial, tetapi organisasi sosial pun bisa mengeluarkan kebijakan yang memang untuk memberikan pelayanan sosial bagi klien yang menjadi sasarannya.

Lainnya istilah kebijakan sosial dapat dikatakan sama dengan kebijakan publik hal ini dilihat kata sosial yang juga mencakup seperti istilah “publik”, misalkan kebijakan politik pun akan menjadi kebijakan sosial jika melihat aspek yang akan dipengaruhi (out put) dari kebijakan itu sendiri. Seperti kebijakan yang dikeluarkan oleh PLN, mungkin orang akan melihat ini masuk dalam kategori kebijakan publik, tetapi jika melihat lebih jauh lagi ini bisa dikatakan kebijakan sosial sebab PLN memberikan sumbangsinh yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat.

Kebijakan PLN

Akhir-akhir ini PLN akan mengeluarkan Program Pelanggan Hemat dari PLN yang juga dikenal di masyarakat sebagai program Insentif dan Disinsentif. Artinya Pemerintah melalui PLN akan memberikan Insentif (imbalan berupa pengurangan tagihan listrik) bagi pelanggan yang dapat menghemat pemakaian listrik di bawah 80% rata-rata nasional pada masing-masing golongan tarif. Serta disinsentif (penambahan pembayaran tagihan) bagi pelanggan yang pemakaiannya melebihi 80% rata-rata pemakaian nasional. Kalau dirinci seperti ini aturannya :

1. Insentif, diberikan ke pelanggan yang bisa berhemat lebih dari 20% dari rata-rata
nasional pemakaian listrik per bulan.

2. Dis-insentif, diberikan ke pelanggan yang tidak berhemat, yaitu pemakaian listrik
lebih besar dari 80% dari rata-rata nasional pemakaian listrik per bulan.

Contoh perhitungan untuk golongan rumah tangga sebagai berikut:

v Untuk golongan R1 (s/d 450 VA), dari rata-rata pemakian 75 kwh/bulan harus ditekan jadi 60 kwh/bulan.

v Untuk golongan R1 (900 VA), dari rata-rata pemakian 115 kwh/bulan harus ditekan jadi 92kwh/bulan.

v Untuk golongan R1 (1.300 VA), dari rata-rata pemakian 197 kwh/bulan harus ditekan jadi 158 kwh/bulan.

v Untuk golongan R1 (2.200 VA), dari rata-rata pemakian 354 kwh/bulan harus ditekan jadi 283 kwh/bulan.

v Untuk golongan R2 (2.200-6.600 VA), dari rata-rata pemakian 650 kWh/bulan harus ditekan jadi 127 kwh/bulan.

v Untuk golongan R3 (diatas 6.600 VA), dari rata-rata pemakian 1.767 kWh/bulan harus ditekan jadi 98 kwh/bulan.

Jelasnya:

Misal pemakaian rata-rata nasional 100 kWh, nilai hematnya di 80 kWh, maksudnya kalau konsumsi anda dibawah 80 kWh/bulan maka dapat insentif. Namun jika konsumsi listrik di atas 80 kWh maka Anda dapat dis-insentif.

Perhitungannya seperti ini:

a. Insentif = 0.2 x kWh yg dihemat x T *)

b. Dis-insentif = 1.6 x kelebihan kWh x T *)

*) T= tarif listrik tertinggi di golongan tertentu (lihat di rekening listrik anda)

Pemakaian listrik rata-rata nasional untuk pelanggan rumah tangga per bulan:

a. R-1 450 VA = 74.76 kWh

b. R-1 900 VA = 115.48 kWh

c. R-1 1300 VA = sekitar 195 kWh (belum dapat data pasti)

Program ini diberlakukan pada golongan pelanggan:

1. Rumah tangga

2. Bisnis (kecuali di atas 200 kVA)

3. Pemerintah

Pertanyaannya adalah kenapa pemerintah melalui PLN memberlakukan hal tersebut?. Ada beberapa hal yang menjadi dasar dari pemerintah menggulirkan program hemat Pelanggan PLN ini yaitu harga minyak dunia yang terus naik bahkan sempat menembus angka 110 Dolar Amerika per barel sehingga biaya produksi listrik juga ikut meningkat sementara kemampuan negara untuk memberi subsidi terbatas, maka supaya listrik tetap menyala maka pelanggan diminta untuk hemat dengan memperhatikan batas hemat pemakaian. Hal inipun yang menjadi kendala bagi perlistrikan kita ‘masih mengandalkan BBM dan BB’. Kita lihat beberapa kasus beberapa waktu lalu, ketika cuaca yang buruk mengakibatkan kapal tanker membawa batu bara tidak bisa merapat, yang akhirnya harus ada penghematan bahkan sampai pemadaman listrik secara bergilir, karena terlambat datangnya bahan bakar tersebut.

Selain itu, ada adanya kebijakan PLN ini adalah karena pengurangan subsidi listrik oleh pemerintah untuk tahun 2008. Saya sebenarnya agak setuju jika subsidi dikurangi dan lebih diprioritaskan pada aspek kehidupan lainnya seperti pendidikan atau kesehatan. Memang sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk memberikan subsidi kepada masyarakat terutama bagi mereka yang bernasib kurang beruntung. Tetapi terkadang subsidi itu juga dinikmati oleh masyarakat yang hidup mewah. Di Indonesia, seorang eksekutif yang memiliki gaji 10 juta / bulan dan tinggal di kawasan cukup elit di perkotaan dengan daya 2200 VA, ikut menikmati subsidi listrik, yang idealnya hanya dinikmati, maaf, tukang becak yang mungkin hanya bisa memperoleh rata-rata penghasilan 20 – 30 ribu perhari dengan daya 450VA dan tinggal di daerah pinggiran. Sudah sadar dan merasa malu kah sang eksekutif? Jawabannya tidak. Ketimpangan inilah yang terjadi di Indonesia dan belum banyak disadari berbagai pihak terutama pemakai listrik itu sendiri.

Jadi sebenarnya pengenaan insentif dan disinsentif ini sudah mengarah ke aspek keadilan dalam penyampaian subsidi listrik. Karena dari budaya pemakaian listrik di perkotaan lebih banyak digunakan untuk gaya hidup daripada untuk kebutuhan. Lampu taman, aquarium, AC, pemanas air, merupakan beberapa contoh pemakaian listrik untuk gaya hidup. Ini terjadi karena didukung oleh tingkat ekonomi dari masyarakat perkotaan yang sudah lebih baik jika dibandingkan dengan daerah. Pertanyaannya lagi adalah apakah gaya hidup perlu disubsidi?. Hati nurani kita pasti menjawab tidak kan?. Inilah yang perlu direnungkan kembali oleh masayarakat kita. PLN sudah sejak lama mengkampanyekan hemat pemakaian listrik, yang mungkin sempat menjadi bahan diskusi karena aneh melihat PLN menjual listrik tapi menyuruh pelanggannya memakai sesedikit mungkin.

Sekarang kita mengetahui bahwa ternyata ada beban subsidi negara yang sudah berat dan mendorong PLN untuk mengkampanyekan gerakan hemat ini, bahkan Presiden pun mengeluarkan Inpres No 10 tahun 2005 tentang penghematan energi secara nasional. Namun apakah masyarakat secara sukarela dan spontan langsung merubah perilakunya menjadi perilaku yang hemat energi?, sulit dan perlu waktu yang lama apabila hanya diajak melalui sosialisasi atau Inpres tanpa ada reward dan punishment / imbalan dan ’hukuman’. Sementara subsidi listrik semakin membebani APBN sehingga aspek lain seperti pendidikan dan kesehatan menjadi kurang diperhatikan. Dengan pengenaan tarif insentif dan disinsentif ini, masyarakat ’dipaksa’ untuk melakukan penghematan karena dengan demikian subsidi akan lebih terarah, budaya boros akan hilang, karena masyarakat akan semakin berhitung dalam pemakaian listriknya.

Selain itu ada pula pro dan kontra mengenai kebijakan insentif dan disinsentif PLN, sebab masyarakat masih memandang bahwa ini adalah cara PLN untuk menaikkan tarif listri, karena sebagian besar pelanggan PLN menggunakan listrik di atas rata-rata nasional perbulannya. Hal ini tidak hanya pelanggan di kota-kota besar tetapi juga di pedalaman yang masih menggunakan listrik hanya untuk non tv atau lampu saja dan itupun tidak dipakai tiap hari. Seperti di sebuah pedalaman di Kalimantan, ada sebuah keluarga yang di rumahnya hanya ada sebuah televisi, dua kipas angin dan sebuah kulkas yang ternyata pemakaian listrik perbulannya juga selalu diatas nilai rata-rata yang ditetapkan pemerintah. Padahal menurut keluarga tersebut, peralatan listrik di rumah mereka tidak sepanjang hari digunakan

Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa nilai rata-rata penggunaan listrik nasional masih sangat rendah. Kemudian masih banyaknya penduduk yang belum menikmati listrik. Hingga bisa dikatakan bahwa kebijakan ini dianggap akal-akalan PLN untuk menaikan tarif listrik. Kemudian melihat jumlah uang yang harus dibayarkan dari yang terkena insentif dan disinsentif sangat berbeda dan dirasa kurang adil sebab, sehemat apapun berdasarkan perhitungan (lampiran) potongan yang diberikan sangat kecil jika dibandingkan pengeluaran bagi yang terkena disinsentif, jumlah uang yang harus dibayar sangat besar bahkan hampir dua kali lipat nominal yang harus dibayarkan.

Penutup

Namun ketegasan pemerintah dalam memutuskan suatu kebijakan kembali diuji dengan kenyataan bahwa ada perubahan dalam penerapan insentif dan disinsentif ini. Perubahan yang tercetus pada Rapat Kerja Komisi VII DPR dengan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta hari Senin (23/4) menyatakan bahwa insentif dan disinsentif ini baru berlaku untuk pelanggan R3 6.600 VA dan baru di lima daerah percontohan seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, Bangka Belitung dan Kalimantan Timur. Kemudian pemerintah (Departemen ESDM) bersama Komisi VII DPR sepakat untuk menaikan subsidi listrik untuk APBN Perubahan 2008 menjadi Rp 61,01 triliun yang semula di APBN 2008 dianggarkan Rp 44 triliun. Kembali, subsidi lagi yang dinaikkan dan dibebankan ke APBN.

Apakah keputusan ini lebih baik dari pada kebijakan yang sebelumnya (menerapkan ke semua pelanggan) atau ini merupakan keadilan yang diberikan oleh pemerintah sebab baru diterapkan kepada pengguna listrik yang tinggi (menengah ke atas/6.600 VA). Kita berharap ini menuju pada hasil yang baik bagi masyarakat indonesia.

Kalau kita berhitung asas manfaat, maka perubahan subsidi di APBN Perubahan 2008 sebesar Rp. 17,01 triliun akan lebih bermanfaat apabila dialihkan ke sektor pendidikan, kesehatan atau mungkin untuk membangun Pembangkit Listrik yang baru sehingga suplai listrik akan bertambah untuk mengimbangi pertumbuhan kebutuhan listrik. Serba salah menjadi pemerintah mengeluarkan kebijakan pasti mengorbankan sesuatu. Listrik naik masyarakat yang terkena imbasnya, tarif listrik tetap tetapi subsidi listrik makin besar, jadi pos anggaran untuk pendidikan kesehatan atau aspek kehidupan sosial masyarakat tidak terperhatikan.

Jika melihat tujuan dari kebijakan tu sendiri adalah untuk mengurangi subsidi pemerintah kepada PLN, hingga bisa berhemat 10 triliun dari subsidi pemeirntah ke PLN 55 triliun, hanya untuk keperluan produksi. Bayangkan jika dana tersebut dialirkan ke bidang-bidang lainnya seperti: pendidikan, maka sekolah gratis di Indonesia bisa terwujud. Maka dengan adanya kebijakan insentif dan disinsentif, diharapkan penghematan pemerintah dapat terwujud dan akan memberikan dampak positif bagi masyarakat keseluruhan. Hanya saja masyarakat sudah menerima pengalaman buruk sebelumnya dengan kenaikan harga pokok, bahan baker sampai minyak goreng. Inilah yang menyebabkan masyarakat apatis terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Saya sebagai salah satu pelanggan listrik berpikir, akan semakin berat hidup di Indonesia, mau makan nasi goreng tidak bisa karena minyak goreng mahal, tetapi gimana mau bisa masak minyak tanah saja sudah tidak disubsisdi dan mahalnya setinggi langit, ada kompor konversi wah, takut juga pakainya banyak yang meledak, sama saja simpan granat di rumah. Mau menghibur diri menonton telivisi, ingat tarif listrik sekarang mahal, wah kalau begini bisa seperti hidup di jaman purbakala lagi. Hidup di goa tidak pakai listrik masih pakai kayu bahkan untuk menyalakan api masih menggunakan batu yang digosok, ingat bung, korek saja bahannya pakai BBM. Yah selamat datang kehidupan Flinstone!!!!